Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Trimester 1
Rabu, 27 Mei 2015
Senin, 18 Mei 2015
Asuhan Kebidanan Pada Bayi dengan Hernia Diafragmatika
1.1 Latar Belakang
Hernia
Diafragmatika adalah penonjolan organ intra abdomen ke dalam rongga kavum
pleura melalui suatu lubang pada diafragma. Salah satu penyebab terjadinya
hernia diafragma adalah trauma pada abdomen, baik trauma penetrasi maupun
trauma tumpul, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Mekanisme dari cedera dapat
berupa cedera penetrasi langsung pada diafragma atau yang paling sering
akibat trauma tumpul abdomen. Pada trauma tumpul abdomen, penyebab paling
sering adalah akibat kecelakaan sepeda motor. Hal ini menyebabkan terjadi
penigkatan tekanan intraabdominal yang dilanjutkan dengan adanya rupture
pada otot-otot diafragma. Pada trauma penetrasi paling sering disebabkan oleh
luka tembak senjata api dan luka tusuk senjata tajam. Secara anatomi serat otot
yang terletak lebih medial dan lateral diafragma posterior yang berasal
dari arkus lumboskral dan vertebrocostal adalah tempat yang paling lemah dan
mudah terjadi ruptur.
Organ
abdomen yang dapat mengalami herniasi antara lain gaster, omentum, usus halus, kolon,
lien dan hepar. Juga
dapat terjadi hernia inkarserata maupun strangulasi dari usus yang mengalami herniasi ke
rongga thorak ini. Namu pada bayi lahir penyebab adalah kemungkinan
Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu
pada diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ dalam rahim.
1.2 Kesenjangan Data
Menurut World Health
Organization (WHO) menunjukkan di Indonesia terdapat Angka Kematian Ibu sekitar 307 per
100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi di Indonesia 35 per 1000
kelahiran hidup. Tingginya Angka Kematian Bayi tersebut disebabkan oleh
asfiksia neonatorum (49-60 %), infeksi
(24-34 %), permaturus/BBLR (15-20 %), trauma persalinan (2-7 %) dan
cacat bawaan (1-3%).
Menurut data darirekammedisRumahSakitUmum Daerah
Praya, angkamortalitasbayidengankasusHernia
Diafragmatikacukuptinggi.
Data terbaruuntuktigatahunterakhir, yaitupadatahun 2006 terdapat 495 kasusdenganklasifikasilaki-laki 273 orang
danperempuan 222 orang denganangkakematian 11 orang. Tahun 2007 menurunmenjadi
401 kasusdimanalaki-laki 234 orang danperempuan 175 orang
denganangkakematiansebanyak 7 orang. Sedangkanpadatahun 2008 meningkatmenjadi
624 orang, laki-laki 285 orang danperempuan 339 orang denganangkakematian 10
orang.
Hernia difragmatika terjadi
karena berbagai faktor, yang berarti “banyak faktor” baik faktor genetik maupun
lingkungan. Sedangkan komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita hernia
diafragmatika tipe Bockdalek antara lain 20 % mengalami kerusakan kongenital
paru-paru dan 5 – 16 % mengalami kelainan kromosom. Selain itu dapat
menimbulkan beberapa komplikasi misalnya :
a. Gangguan
Kardiopulmonal karena terjadi penekanan paru dan terdorongnya mediastinum ke arah kontralateral.
b. Sesak nafas berat
berlanjut dengan asfiksia.
c. Mengalami muntah
akibat obstruksi usus.
d. Adanya penurunan
jumlah alveoli dalam pembentukan bronkus.
1.3 Rumusan
Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini
adalah,yaitu :
a.
Pengertian Hernia Diafragmatika
b.
Penyebab Hernia Diafragmatika
c.
Patofisiologis Henia Diafragmatika
d.
Tanda dan gejala Hernia Diafragmatika
e.
Komplikasi Hernia Diafrgmatika
f.
Penatalaksanaan Henia Diafragmatika
1.4 Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini antara
lain, mengetahui :
a.
Pengertian Hernia Diafragmatika ?
b.
Penyebab Hernia Diafragmatika ?
c.
Patofisiologis Henia Diafragmatika ?
d.
Tanda dan gejala Hernia Diafragmatika ?
e.
Komplikasi Hernia Diafrgmatika ?
f.
Penatalaksanaan Henia Diafragmatika ?
A. TEORI (KONSEP DASAR)
2.1 Pengertian
Hernia Diafragmatika
Hernia adalah penonjolan gelung atau ruas
organ atau jaringan melalui lubang abnormal. Henia diafragmatika adalah sekat
yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Hernia Diafragmatika adalah
penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada
diafragma. Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui
suatu pintu pada diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ
dalam rahim. Hernia diafragmatika termasuk kelainan bawaan yang
terjadi karena tidak terbentuknya sebagian diafragma, sehingga ada bagian isi
perut masuk kedalam rongga torak.
2.2 Etiologi
Hernia Diafragmatika
Ditemukan
pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-90% terjadi pada sisi tubuh bagian
kiri. Janin tumbuh di uterus ibu sebelum lahir, berbagai sistem organ
berkembang dan matur. Diafragma berkembang antara minggu ke-7 sampai 10 minggu
kehamilan. Esofagus (saluran yang menghubungkan tenggorokan ke abdomen),
abdomen, dan usus juga berkembang pada minggu itu. Pada hernia tipe Bockdalek,
diafragma berkembang secara tidak wajar atau usus mungkin terperangkap di
rongga dada pada saat diafragma berkembang. Pada hernia tipe Morgagni, otot
yang seharusnya berkembang di tengah diafragma tidak berkembang secara wajar.
Pada kedua kasus di atas perkembangan diafragma dan saluran pencernaan tidak
terjadi secara normal. Hernia difragmatika terjadi karena berbagai faktor, yang
berarti “banyak faktor” baik faktor genetik maupun lingkungan.
2.3 Patofisiologis Hernia Diafragmatika
Disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma.
Diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu membrane pleuroperitonei, septum
transversum dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada.
Gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan seperti diafragma,
gangguan fusi ketiga unsure dan gangguan pembentukan seperti pembentukan otot.
Pada gangguan pembentukan dan fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada
gangguan pembentukan otot akan menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan
eventerasi. Para ahli belum seluruhnya mengetahui faktor yang berperan dari
penyebab hernia diafragmatika, antara faktor lingkungan dan gen yang diturunkan
orang tua.
2.4 Tanda dan Gejala Hernia Diafragmatika
Gejalanya berupa:
a. Retraksi
sela iga dan substernal
b. Perut kecil dan cekung
c. Suara nafas tidak terdengar pada paru karena
terdesak isi perut.
d. Bunyi jantung terdengar di daerah yang
berlawanan karena terdorong oleh isi perut.
e. Terdengar bising
usus di daerah dada.
f. Gangguan pernafasan yang berat
g. Sianosis (warna kulit kebiruan akibat
kekurangan oksigen)
h. Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
i. Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama
(asimetris)
j. Takikardia (denyut
jantung yang cepat).
2.5 Komplikasi Hernia Diafragmatika
Lambung, usus dan bahkan hati dan
limpa menonjol melalui hernia. Jika hernianya besar, biasanya paru-paru pada
sisi hernia tidak berkembang secara sempurna. Setelah lahir, bayi akan menangis
dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong
jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan.
Sedangkan komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita hernia diafragmatika
tipe Bockdalek antara lain 20 % mengalami kerusakan kongenital paru-paru dan 5
– 16 % mengalami kelainan kromosom. Selain itu dapat menimbulkan beberapa
komplikasi misalnya :
a. Gangguan Kardiopulmonal karena terjadi penekanan
paru dan terdorongnya mediastinum ke arah kontralateral.
b. Sesak nafas berat berlanjut dengan asfiksia.
c. Mengalami muntah akibat obstruksi usus.
d. Adanya penurunan jumlah alveoli dalam pembentukan bronkus.
b. Sesak nafas berat berlanjut dengan asfiksia.
c. Mengalami muntah akibat obstruksi usus.
d. Adanya penurunan jumlah alveoli dalam pembentukan bronkus.
2.6 Gambaran klinis
Kelainan
yang sering ditemukan adalah adanya penutupan yang tidak sempurna dari sinus
pleuroperitoneal ( foramen bochdalek ) yang terletak pada bagian
postero-lateral dari diafragma, tetapi jarang di temukan hernia sinussubsternal
(foramen morgagni) yang melalui hiatus esofagus.
2.7 Penatalaksanaan Diafragmatika
a. Pemeriksaan fisik
1) Pada hernia diafragmatika dada tampak menonjol, tetapi gerakan nafas tidak nyata
2) Perut kempis dan menunjukkan gambaran scafoid
3) Pada hernia diafragmatika pulsasi apeks jantung bergeser sehingga kadang-kadang terletak di hemitoraks kanan
4) Bila anak didudukkan dan diberi oksigen, maka sianosis akan berkurang
5) Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris
6) Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia
7) Bising usus terdengar di dada
1) Pada hernia diafragmatika dada tampak menonjol, tetapi gerakan nafas tidak nyata
2) Perut kempis dan menunjukkan gambaran scafoid
3) Pada hernia diafragmatika pulsasi apeks jantung bergeser sehingga kadang-kadang terletak di hemitoraks kanan
4) Bila anak didudukkan dan diberi oksigen, maka sianosis akan berkurang
5) Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris
6) Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia
7) Bising usus terdengar di dada
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto thoraks akan memperlihatkan adanya bayangan usus di daerah toraks
2) Kadang-kadang diperlukan fluoroskopi untuk membedakan antara paralisis diafragmatika dengan eventerasi (usus menonjol ke depan dari dalam abdomen)
1) Foto thoraks akan memperlihatkan adanya bayangan usus di daerah toraks
2) Kadang-kadang diperlukan fluoroskopi untuk membedakan antara paralisis diafragmatika dengan eventerasi (usus menonjol ke depan dari dalam abdomen)
Yang dapat dilakukan seorang bidan bila menemukan bayi
baru lahir yang mengalami hernia diafragmatika yaitu :
1.
Berikan oksigen bila bayi tampak pucat atau biru.
2.
Posisikan bayi semifowler atau fowler sebelum atau sesudah operasi agar tekanan
dari isi perut terhadap paru berkurang
dan agar diafragma dapat bergerak bebas.
3.
Awasi bayi jangan sampai muntah, apabila hal tersebut terjadi, maka tegakkan
bayi agar tidak terjadi aspirasi.
4.
Lakukan informed consent dan informed choice untuk rujuk bayi ke tempat
pelayanan yang lebih baik.
c. Perencanaan
Apabila
pada anak dijumpai adanya kelainan – kelainan yang biasa mengarah pada Hernia diafragmatika, maka anak perlu
segera dibawa ke dokter atau rumah sakit agar segera bisa ditangani dan
mendapatkan diagnosis yang tepat.Tindakan yang bisa dilakukan sesuai dengan
masalah yang keluhan – keluhan yang dirasakan :
1.
Anak ditidurkan dalam posisi duduk
dan dipasang pipa nasogastrik yang dengan teratur dihisap.
2.
Diberikan antibiotika profilaksis
dan selanjutnya anak dipersiapkan untuk operasi. Organ perut harus dikembalikan
ke rongga perut dan lubang pada diafragma diperbaiki.
B. Menejemen Asuhan Kebidanan
1. Pengertian Menejemen
Manajemen kebidanan adalah proses
pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran
dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam
rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.
Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan menyeluruh
dari kepada kliennya, yang merupakan suatu proses manajemen kebidanan yang
diselenggarakan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas melalui
tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun secara sistematis untuk
mendapatkan data, memberikan pelayanan yang benar sesuai dengan keputusan tindakan
klinik yang dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien.
2. Teori
7 (tujuh) Varney
Langkah 1
: Pengkajian
Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara:
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan khusus
d. Pemeriksaan penunjang
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada dokter dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang di hadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi / masukan klien yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah di kumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.
Langkah II: Merumuskan Diagnosa/Merumuskan Masalah
Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara:
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan khusus
d. Pemeriksaan penunjang
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada dokter dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang di hadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi / masukan klien yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah di kumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.
Langkah II: Merumuskan Diagnosa/Merumuskan Masalah
Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasioleh bidan sesuaidengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
Langkah III:
Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Pada langkah
ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnose potensial berdasarkan
diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi,
bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut
untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah
potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar
masalah atau diagnosa potesial tidak terjadi
Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera
Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera
Mengidentifikasi
perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan/untuk dikonsultasikan atau
ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi
klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan
kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau
kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan
terus-menerus. Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan
tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi
kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga
harus merumuskan tindakan emergency/segera untuk segera ditangani baik ibu
maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan
secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan.
Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh
Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh
Pada
langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh
langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan
terhadap masalah atau diagnosa yang telah teridentifikasi atau diantisipasi.
Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana
asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi
dari kondisi klien atau dari masalah yang berkaitan tetapi juga dari krangka
pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan
terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan konseling dan apakah perlu
merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial
ekonomi-kultural atau masalah psikologi. Setiap rencana asuhan haruslah
disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat
dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana
tersebut. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus
rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to
date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.
Langkah VI: Implementasi
Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh
seperti yang telah diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan
efisien. Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan
tidak melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung jawab untuk mengarahkan
pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk
menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam
penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap
terlaksananyarencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Pelaksanaan yang
efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan
klien
Langkah VII: Evaluasi
Pada langkah
ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasidi dalam diagnosa dan masalah.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam
pelaksanaannya.
Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik
Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik
3. Pendokumentasian Metode SOAP
Pendokumentasian
atau catatan manajemen kebidanan dapat di terapkan dengan metode SOAP yang tersusun berdasarkan pola fikir manajemen
asuhan kebidanan .
Ø S ( data subjektif )
Data subjektif( S ), merupakan
pendokumentasian manajemen kebidanan. Menurut Helen Varney langkah pertama (
pengkajian data ).
Menggambarkanpendokumentasianhasilpengumpulan
data klienyang diperoleh melalui anamnesa. Pada pasien yang
bisu, di bagian data di belakang huruf “S”, di beri
tanda huruf “O” atau “X”. Tanda ini
akan menjelaskan bahwa pasien adalah penderita tuna wicara.
Ø O ( data objektif )
Data objektif ( O ) merupakan
pendokumentasian manajemen kebidanan. Menurut Helen Varney pertama (pengkajian
data). Merupakan pendokumentasian hasil pengumpulan data kilen yang di peroleh
melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan
laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain.
Ø A ( assesment )
A (analysis/assesment) merupakan
pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi ( kesimpulan ) dari data
subjektif dan objektif.
Analisis/assesment merupakan
pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kedua,ketiga
dan keempat sehingga mencakup hal-hal berikut ini :
*
diagnosis/masalah
kebidanan
*
diagnosis/masalah
potensial, serta
*
perlunya
mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi diagnosis/masalah
potensial.
Ø P ( planning )
Planning/perencanaan adalah membuat rencana
asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil
analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertunjuan untuk
mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan
kesejahteraanya Meskipun secara istilah, P adalah planning atau perencanaan
saja, namun P dalam metode SOAP ini juga merupakan gambaran pendokumentasian
implementasi dan evaluasi. Dengan kata lain, P dalam SOAP meliputi
pendokumentasian manejemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kelima,
keenam dan ketujuh. B.
7LANGKAH MENURUT VARNEYA
|
5 LANGKAH
|
SOAP
|
|
Pengumpulan
data
|
S
O
|
|
Identifikasi
masalah atau diagnosa
|
A
|
|
Rencana
asuhan
|
P
|
|
Implementasi
langsung pada klien
|
|
|
Evaluasi
rencana asuhan kebidanan
|
BAB III
TINJAUAN
KASUS
ASUHAN KEBIDANAN BAYI Ny. “M” DENGAN HERNIA
DIAFRAGMATIKA DI PUSKESMAS GINTU KECAMATAN LORE
SELATAN
KABUPATEN POSO TANGGAL 28 – 30 OKTOBER 2012
I. TANGGAL PENGKAJIAN
Hari/ tanggal : Selasa, 11 Oktober 2011
Jam : 11.00 WIB
Tempat : Poliklinik Y
Penolong : Bidan
II. PENGGUMPULAN
DATA
A.
Data Subjektif
1. Biodata
BAYI
Nama : By. X
TTL : Baturaden, 11 Oktober 2011
Jenis Kelamin : Laki – laki
Anak Ke : 1
ORANGTUA
IBU
Nama : Ny. A
Umur : 24 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
Alamat : Jalan Raya Baturaden km. 12, Karangmangu
Purwokerto.
AYAH
Nama : Tn. Y
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Jalan Raya Baturaden km. 12,
KarangmanguPurwokerto
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan bayi lahir tanggal 11 Oktober 2011 jam
04.00 WIB jenis kelamin laki – laki, langsung menangis. Tetapi bayi terlihat
sesak napas setelah menangis.
3. Riwayat Kehamilan
Ibu mengatakan selama kehamilan, ibu tidak pernah menderita
penyakit kronis atau menular. Ibu makan seperti biasa dengan porsi 3x sehari
dan melakukan kunjungan ANC sebanyak 8x pada bidan, serta telah mendapat
imunisasi 2x TT, mendapat tablet besi dan vitamin C.
4. Riwayat Persalinan
Ibu melahirkan pada usia kehamilan 37 minggu dengan
penolong persalinan bidan. Lahir spontan, menangis. BB : 2900 gram, PB : 49 cm.
Tidak ditemukan komplikasi persalinan.
5. Riwayat Nifas
Bayi menangis keras, gerakan akfif, berwarna merah.
Tidak terdapat perdarahan postpartum.
6. Riwayat Tumbuh Kembang
BB : 2900 gram
PB : 49 cm
7. Riwayat Imunisasi
Belum mendapat imunisasi
8. Pola Kebiasaan
a.
Pola Nutrisi : Bayi
diberi ASI
b.
Pola Eliminasi : Bayi mengeluarkan mekonium
c.
Pola Tidur : ± 12 jam/ hari
d.
Pola Kebersihan : Bayi disabun 2x / hari. Diganti popok
Setiap
BAB dan BAK.
III. PENGKAJIAN
FISIK
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tidak
cukup baik, sianosis
Kesadaran : compos
mentis
2. TTV
Suhu : 36 0C
Nadi : 50 x/ menit
Respirasi : 25
x/ menit
AS : 5
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Rambut : Hitam, lurus
Mata : konjungtiva merah jambu, sklera putih
Hidung : simetris, bersih, tidak terdapat polip
Mulut : Sianosis, tidak terdapat sumbing, reflex
hisap
baik.
Telinga : Simetris, bersih, tidak ditemukan secret.
Leher : tidak ditemukan pembesaran kelenjar tiroid.
b. Dada
Dada asimetris saat bernapas, terdengar bising usus di
rongga dada sebelah kiri. Bentuk diding dada kiri dan kanan asimetris.
c. Abdomen
Perut teraba kosong
d. Genetalia
Tidak terdapat kelainan genetalia.
Testis turun di scrotum.
e. Ekstremitas
Gerakan normal, tidak ada kelainan. Jumlah jari tangan
kanan 5 kiri 5. Jari kaki kanan 5 kiri 5. Tidak ditemukan pembengkakan atau
bercak – bercak hitam.
f. Integument
Warna kulit merah, turgor baik, ditemukan sedikit
vernik pada tubuh bayi. Tidak terdapat pembengkakan atau bercak – bercak hitam.
g. Refleks
Menghisap : -
Menggenggam : +
IV. ANALISIS
DATA
Diagnosis : Bayi baru lahir dengan Hernia diafragmatika
7
jam postpartum.
Masalah
a.
Bayi dengan sesak napas.
b. Bayi mengalami muntah akibat obstruksi usus
Kebutuhan
a.
Bayi ditidurkan dalam posisi
setengah duduk dan dipasang pipa nasogastrik yang dengan teratur dihisap
b. Diberikan antibiotika profilaksis
c.
Beri oksigen
d. Rongent, USG, fluoroskopi
e.
Bedah, transplantasi paru
V. DIAGNOSIS
KEBIDANAN
Diagnosis Kebidanan : Bayi baru lahir dengan Hernia diafragmatika
7 jam
postpartum.
VI. INTERVENSI
1. Jelaskan pada ibu tentang keadaan/ kondisi bayinya.
R : Meningkatkan pengetahuan dan mengurangi kecemasan ibu
2. Pantau keadaan bayi selama dirawat
R : Deteksi dini adanya kelainan
3. Lakukan perawatan pada bayi baru lahir
R : Agar kondisi bayi tetap stabil
4. Anjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI sesering
mungkin.
R : Untuk memenuhi nutrisi bayi.
5. Jangan lakukan rawat gabung/ rooming in
R : Untuk melakukan observasi intensif, karena bayi dengan
komplikasi.
6. Jaga kehangatan bayi
R : Agar bayi tidak mengalami hipotermi.
7. Segera beri oksigen
R : Agar bayi tidak sesak napas, dan mengalami syok.
8. Segera lakukan persiapan operasi
R : Melakukan pembedahan pada Hernia
diafragmatika untuk
mengembalikan
usus ke rongga abdomen, agar tidak terjadi
komplikasi
lebih lanjut pada paru dan jantung.
VII. IMPLEMENTASI
1.
Menjelaskan pada ibu bahwa keadaan
bayinya tidak cukup sehat, dan dilihat dari geraknya yang kurang aktif, warna
kulit kebiruan, walau lahir langsung namun bayi mengalami sianosis.
2. Memantau keadaan bayinya selama dirawat meliputi :
a.
Keadaan umum
b.
TTV
c.
BAB, BAK
d.
Nutrisi
e.
Perubahan warna kulit
f.
Gerakan atau aktivitas
g.
Tali pusat
h.
refleks
3. Melakukan
perawatan pada bayi baru lahir
a.
Mandi 2 x/ hari
b.
pemberian profilaksis
(chloramfenicol 1% / oxiteracylin)
c.
pemberian vitamin K 0.002 cc pada
jam pertama setelah lahir
d.
Perawatan tali pusat (cara : luka
tali pusat dibersihkan kemudian dibalut dengan kasa steril)
e.
Mengganti popok tiap kali BAB dan
BAK, kemudian dibersihkan dengan sabun lalu dikeringkan.
4.
Menganjurkan ibu untuk memberikan
ASI sesering mungkin, yaitu setiap bayi menangis atau setiap 2 jam sekali.
Karena ASi mengandung antibody yang
dapat menjegah terjadinya infeksi pada bayi.
5.
Tidak melakukan rawat gabung antara
ibu dan bayi, guna memudahkan melakukan observasi intensif pada bayi, karena
bayinya mengalami komplikasi.
6. Menjaga kehangatan bayi
Dengan cara : -
menjaga suhu ruangan dan lingkungan
-
Memakaikan topi, sarung tangan dan kaki
7. Segera diberikan oksigen, agar bayi tidka mengalami
sesak napas lagi.
8. Segera siapkan operasi untuk mengembalikan organ
abdomen ketempat seharusnya.
VIII.
EVALLUASI
Tanggal : 11 Oktober 2011 jam : 11.00 WIB
Bayi tidak sehat, dan dilihat dari gerakan kurang
aktif, warna kulit kebiruan. Walaupun langsung menangis setelah lahir bayi jadi
mengalami sianosis. Bayi muntah karena mengalami obstruksi usus.
BBL : 2900 gram
Nadi : 50 x/ menit
RR : 25 x/ menit
Suhu : 36 0C
4.1 Masalah
Salah satu penyebab terjadinya
hernia diafragma adalah trauma pada abdomen, baik trauma penetrasi maupun
trauma tumpul abdomen, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Mekanisme dari
cedera dapat berupa cedera penetrasi langsung pada diafragma atau yang paling
sering akibat trauma tumpul abdomen. Pada trauma tumpul abdomen, penyebab
paling seering adalah akibat kecelakaan sepeda motor. Hal ini menyebabkan
terjadi penigkatan tekanan intraabdominal yang dilanjutkan dengan adanya
rupture pada otot-otot diafragma. Pada trauma penetrasi paling sering
disebabkan oleh luka tembak senjata api dan luka tusuk senjata tajam. Sekitar
0,8-1,6 % dengan trauma tumpul pada abdomen mengalami rupture pada diafragma.
Perbandingan insiden pada laki-laki dan perempuan sebesar 4:1. Ditemukan pada 1
diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-90% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri.
4.2
Perencanaan
Apabila
pada anak dijumpai adanya kelainan – kelainan yang biasa mengarah pada Hernia diafragmatika, maka anak perlu
segera dibawa ke dokter atau rumah sakit agar segera bisa ditangani dan
mendapatkan diagnosis yang tepat.Tindakan yang bisa dilakukan sesuai dengan
masalah yang keluhan – keluhan yang dirasakan :
1.
Anak ditidurkan dalam posisi duduk
dan dipasang pipa nasogastrik yang dengan teratur dihisap.
2.
Diberikan antibiotika profilaksis
dan selanjutnya anak dipersiapkan untuk operasi. Organ perut harus dikembalikan
ke rongga perut dan lubang pada diafragma diperbaiki.
4.3 Implementasi
Pemilihan
penatalaksaan bedasarkan lama waktu yang dibutuhkan dalam mendiagnosis hernia
diafragma Pada keadaan akut terapi repair diafragma trasabdominal merupakan
pilihan karena tingginya insiden trauma yang berhubungan dengan abdomen. Pada
fase latent repair transthorakal menjadi pilihan karena sudah terjadi
perlengketan organ intra thorakal. Laparoskopi eksplorasi juga bisa menjadi
pertimbangan untuk diagnosis dan sekaligus terapi yang bersifat minimal
invasive.
5.1
Kesimpulan
Hernia diafragmatika adalah
sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Hernia Diafragmatika adalah
penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada
diafragma. Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui
suatu pintu pada diafragma. Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan
80-90% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri. Janin tumbuh di uterus ibu sebelum
lahir, berbagai sistem organ berkembang dan matur. Diafragma berkembang antara
minggu ke-7 sampai 10 minggu kehamilan. Esofagus (saluran yang menghubungkan
tenggorokan ke abdomen), abdomen, dan usus juga berkembang pada minggu itu.
Gejalanya berupa: 1).Retraksi sela iga dan substernal,2). Perut kecil dan
cekung,3). Suara nafas tidak terdengar pada paru karena terdesak isi perut,4). Bunyi
jantung terdengar di daerah yang berlawanan karena terdorong oleh isi
perut,5). Terdengar bising usus di daerah dada,6). Gangguan pernafasan
yang berat.
Yang dapat dilakukan seorang
bidan bila menemukan bayi baru lahir yang mengalami hernia diafragmatika yaitu
:1). Berikan oksigen bila bayi tampak pucat atau biru,2). Posisikan bayi
semifowler atau fowler sebelum atau sesudah operasi agar tekanan dari isi perut
terhadap paru berkurang dan agar diafragma dapat bergerak bebas,3). Awasi
bayi jangan sampai muntah, apabila hal tersebut terjadi, maka tegakkan bayi
agar tidak terjadi aspirasi,4). Lakukan informed consent dan informed choice
untuk rujuk bayi ke tempat pelayanan yang lebih baik.
5.2 Saran
Dengan adanya KTI yang
berjudul “Hernia Diafrgamatika” penulis mengharapkan pembaca dapat sedikit
mengetahui tentang hernia diafragmatika serta komplikasi yang disebabkan oleh
hernia diafragmatika.
Langganan:
Postingan (Atom)